Sudah menjadi hal yang banyak dipertanyakan sejak mencuatnya mata uang virtual dikalangan masyarakat, mengapa BI melakukan pengumuman adanya pelarangan penggunaan uang virtual tersebut sebagai alat pembayaran baik penjualan, pembelian, hingga perdagangan. Tidak hanya bitcoin melainkan seluruh mata uang virtual yang ada. Ternyata tidak hanya di Indonesia adanya larangan penggunaan uang virtual, China pun telah mengumumkan adanya pelarangan penggunaan mata uang virtual dalam jenis apapun. Selain China, Kini Singapura pun sudah mengumumkan adanya peringatan risiko penggunaan mata uang virtual. Tapi masih banyak negara lain pun yang menggunakan mata uang virtual, bahkan hingga ke pedagang ritel.

Di Jepang, misalnya, telah menggunakan mata uang virtual untuk menggaji karyawan. Di Kanada, jaringan restoran cepat saji Kentucky Fried Chicken (KFC) juga telah menerima pembayaran dengan mata uang virtual. Lalu, mengapa Indonesia melarang penggunaan mata uang virtual sementara negara lain memperbolehkan? Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Eni V Panggabean menyebut, hal ini tergantung pada masing-masing negara. "Tiap negara punya kebijakan yang beda-beda," ujar Eni dalam media briefing di Jakarta.
Eni mengungkapkan, kebijakan yang diambil suatu negara, dalam hal ini adalah mata uang virtual, sangat tergantung pada sifat penduduk yang berbeda-beda. Pun ini tergantung pada karakteristik negara masing-masing. "Kalau kita lihat Jepang boleh, karena pengambil kebijakan melihat kondisi masing-masing, apa ada spekulasi, terorisme? Saya hampir tidak pernah dengar ada terorisme di Jepang," terang Eni. Oleh karena itu, kebijakan satu negara dan negara lain mengenai mata uang virtual tidak bisa disamakan. Pasalnya, hal ini menyangkut dengan sifat negara, struktur penduduk, budaya, dan kebiasaan penduduknya.