Jumat, 11 Mei 2018

Peningkatan Ekspor Diragukan Akibat Dampak Pelemahan Rupiah

Sejak beberapa waktu yang lalu hingga saat ini rupiah masih saja mengalami pelemahan meskipun di kabarkan akan mengalami penguatan namun rasanya cukup lama untuk kembali menguat. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono meragukan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang dampak positif pelemahan rupiah ke peningkatan ekspor. Kalla sebelumnya menyebut pelemahan rupiah terhadap dollar AS akan mendorong peningkatan pendapatan dari ekspor, meski di sisi lain berdampak pada kenaikan harga bahan baku impor.


"Indonesia ekspornya masih banyak mengandung natural resources atau primary product, itu tidak berarti kalau kelapa sawit kita lebih murah terus ekspornya naik, kan enggak juga," kata Tony melalui sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Rabu (9/5/2018). Tony menceritakan bagaimana kondisi pelemahan rupiah yang dialami Indonesia saat krisis Mei 1998 silam. Saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melonjak tajam, dari Rp 2.300 jadi Rp 15.000. Dari hal tersebut, meski dilanda krisis ekonomi, secara perlahan Indonesia bisa menarik keuntungan melalui manfaat ekspor yang semakin lama semakin meningkat. 

Bahkan sebut Tony, dia masih ingat ketika orang Indonesia berbondong-bondong mengekspor produk mereka untuk dijual ke luar negeri. "Di Yogya itu, orang bongkarin rumah, dijual ke luar negeri, saking murahnya untuk ukuran asing. Memang waktu itu harus diakui, pelemahan rupiah jadi salah satu faktor yang membuat pelan-pelan ekonomi Indonesia recover," tutur Tony. Perbaikan kondisi ekonomi salah satunya memang ditandai dengan meningkatnya jumlah ekspor. Jika kondisinya seperti itu, Tony masih sepakat dengan pernyataan Kalla, tetapi untuk saat ini situasinya sudah berbeda karena pelemahan nilai tukar rupiah hanya naik sedikit, dari Rp 13.700 jadi Rp 14.000. "Kemudian, yang mengalami depresiasi tidak hanya rupiah.

Jadi, semua negara berpikir yang sama sekarang ini. Kalau kita berpikir rupiah murah, orang Thailand juga bilang baht murah. Jadi mohon maaf, menurut saya tidak seperti itu," ujar Tony. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekspor per kuartal I 2018 tercatat sebesar 6,17 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun, ekspor masih kalah dengan pertumbuhan impor sebesar 12,75 persen pada kuartal I 2018.
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner